MAKALAH
PENGARUH KEKAKUAN UPAH
Oleh:
Nama : Endah Novitri
Npm : E62401131009
Jurusan : Akuntansi
FAKULTAS
EKONOMI
UNIVERSITAS
17 AGUSTUS 1945 CIREBON
TAHUN
AKADEMIK 2013-2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Permasalahan
Alasan kedua adanya pengangguran
adalah kekakuan upah gagalnya upah melakukan penyesuaian sampai penawaran
tenaga kerja sama dengan permintaannya. Upah Kekakuan (Wage
rigidity) riil S adalah gagalnya upah melakukan penyesuaian sampai penawaran
tenaga kerja sama dengan permintaannya. Upah Pengangguran yang disebabkan kekakuan
upah-riil dan penjatahan pekerjaankaku disebut pengangguran struktural D
(structural nemployment). Orang menganggur bukan karena mereka tak bisa Tenaga
kerja menemukan pekerjaan yang paling se-Jika upah riil tertahan di atas suai
dengan keahliannya, tapi karena,tingkat ekuilibrium, maka penawar-pada upah
yang berlaku, penawaranan tenaga kerja melebihi perminta- tenaga kerja melebihi
permintaannya. Akibatnya : pengangguran U. Pekerja ini hanya menunggu pekerjaan
Pemerintah menyebabkan kekakuan upah ketika mencegah upah turun ketingkat ekuilibrium.
Banyak ekonom dan pembuat kebijakan percaya bahwa keringanan pajaklebih baik
daripada meningkatkan upah minimum—jika tujuan kebijakanadalah untuk
meningkatkan pendapatan pekerja miskin. Keringanan pajakpendapatan yand didapat
(earned income tax credit) adalah jumlah yangkeluarga pekerja miskin diizinkan
untuk dikurangi dari pajak mereka.yang akan tersedia.
1.2.
Batasan Permasalahan
Melihat dari
permasalahan serta memahami pembahasannya maka penyusun dapat memberikan
batasan-batasan pada :
1. Macam-macam
penyebab kekakuan upah.
2. Teori
tentang kekakuan upah.
3. Pengaruh kekakuan
upah terhadap pendapatan buruh di indonesia.
BAB II
LANDASAN
TEORI
2.1. Pengertian Upah
Menurut Pasal 1 ayat 30
UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Upah adalah hak pekerja/buruh
yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha
atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut
suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan,
termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan
dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (Pasal 88 ayat 1 No. 13/2003). Kebijakan pemerintah mengenai pengupahan yang melindungi pekerja/buruh meliputi:
Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (Pasal 88 ayat 1 No. 13/2003). Kebijakan pemerintah mengenai pengupahan yang melindungi pekerja/buruh meliputi:
• upah minimum
• upah kerja lembur
• upah tidak masuk kerja karena berhalangan
• upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya;
• upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;
• bentuk dan cara pembayaran upah
• denda dan potongan upah;
• hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;
• struktur dan skala pengupahan yang proporsional;
• upah untuk pembayaran pesangon; dan
• upah untuk perhitungan pajak penghasilan.
• upah kerja lembur
• upah tidak masuk kerja karena berhalangan
• upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya;
• upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;
• bentuk dan cara pembayaran upah
• denda dan potongan upah;
• hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;
• struktur dan skala pengupahan yang proporsional;
• upah untuk pembayaran pesangon; dan
• upah untuk perhitungan pajak penghasilan.
Pemberian Upah merupakan suatu
imbalan/balas jasa dari perusahaan kepada tenaga kerjanya atas prestasi dan
jasa yang disumbangkan dalam kegiatan produksi. Upah kerja yang diberikan
biasanya tergantung pada:
• Biaya keperluan hidup minimum pekerja dan
kel
Regional (UMR)
• Kemampuan dan Produktivitas perusahaan
• Jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi.
• Perbedaan jenis pekerjaan
• Kemampuan dan Produktivitas perusahaan
• Jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi.
• Perbedaan jenis pekerjaan
2.2. Macam-macam Sistem Upah
Ada beberapa sistem
upah yang bisa digunakan untuk menghitung upah pekerja yaitu:
1. Sistem upah menurut
waktu, yakni pemberian upah berdasarkan waktu (lama) bekerja dari pekerja.
Misalnya tukang bangunan dibayar per hari Rp15.000,- bila dia bekerja 10 hari
maka akan dibayar Rp150.000,-.
2. Sistem upah menurut
prestasi, yakni pemberian upah berdasarkan prestasi (jumlah barang yang
dihasilkan) pekerja. Semakin banyak jumlah barang yang dihasilkan, semakin
besar upah yang diterima pekerja.
3. Sistem upah
borongan, yakni pemberian upah berdasarkan kesepakatan pemberian kerja dan
pekerja. Misalnya, untuk membuat rumah ukuran 30 m x 10 m disepakati
diborongkan dengan upah Rp30.000.000,- sampai rumah tersebut selesai. Pembuatan
rumah selain diborongkan bisa juga dibayar dengan sistem upah menurut waktu,
misalnya harian, dengan tujuan agar pekerja bekerja lebih bagus dan hati-hati
dalam membuat rumah. Dengan demikian, umumnya jumlah upah harian yang
dibayarkan lebih mahal dibanding upah borongan.
4. Sistem upah premi,
yakni pemberian upah dengan mengombinasikan sistem upah prestasi yang ditambah
dengan premi tertentu. Misalnya bila pekerja mampu menyelesaikan 50 boneka
dalam 1 jam akan dibayar Rp25.000,- dan kelebihan dari 50 boneka akan diberi
premi misal Rp300,- per boneka. Apabila seorang pekerja mampu membuat 70 boneka
dia akan menerima Rp25.000,- + (Rp300,- x 20) = Rp31.000-,.
5. Sistem upah
partisipasi, yakni pemberian upah khusus berupa sebagian keuntungan perusahaan
pada akhir tahun buku. Upah ini merupakan bonus/(hadiah). Jadi, selain menerima
upah seperti biasa, pada sistem upah ini, pekerja akan menerima sejumlah upah
lagi setiap akhir tahun buku. Sistem upah partisipasi disebut juga sistem upah
bonus.
6. Sistem upah mitra
usaha (co Partnership), yakni pemberian upah seperti sistem upah bonus,
bedanya upah tidak diberikan dalam bentuk uang tunai tapi dalam bentuk saham
atau obligasi. Dengan memberikan, saham diharapkan pekerja lebih giat dan
hati-hati dalam bekerja, karena mereka juga merupakan pemilik
perusahaan.
7. Sistem upah indeks
biaya hidup, yakni pemberian upah yang didasarkan pada besarnya biaya hidup.
Semakin naik biaya hidup, semakin naik pula besarnya upah yang diberikan.
8. Sistem upah skala
berubah (sliding scale), yakni pemberian upah berdasarkan skala hasil
penjualan yang berubah-ubah. Apabila hasil penjualan bertambah, ju
BAB III
PEMBAHASAN
1.1. Pengertian Kekakuan Upah
Pada
dasarnya Keynesian Baru berpendapat bahwa walaupun terdapat pengangguran yang
tidak suka rela dan kelebihan penawaran barang pada masa resesi, harga-harga
barang tidak menurun ke tingkat yang akan mewujudkan kesempatan kerja penuh.
Adanya bentuk pasar yang bukan persaingan sempurna, pasar yang tidak lengkap,
dan informasi yang tidak simetris membuat harga barang bersifat kaku dan tidak
mudah berubah seperti pada pasar persaingan sempurna. Untuk menjelaskan
kekakuan baik kekakuan harga maupun kekakuan upah, Keynesian Baru mengemukan
beberapa teori.
1.2. Penyebab Kekakuan Upah
Tiga Hal yang Menyebabkan Kekakuan Upah:
1.
Undang-undang Upah Minimum
Ketika pemerintah
memepertahankan upah agar tidak mencapai tingkat equilibrium, hal itu dapat
menimbulkan kekakuan upah. Undang-undang upah minimum menetapkan tingkat upah
minimal yang harus dibayar perusahaan kepada para karyawannya. Bagi sebagian besar
pekerja, upah minimum ini tidak berpengaruh, karena mereka menikmati upah
diatas upah minimum. Bagi sebagian lainnya, terutama yang tidak terdidik dan
kurang berpengalaman, upah minimum meningkatkan upah mereka diatas tingkat
equilibriumnya. Karena itu, upah minimum mengurangi sejauh tenaga kerja yang di
minta perusahaan.
Para ekonomi percaya
bahwa upah minimum memiliki dampak terbesar terhadap pengangguran usia muda.
Upah equilibrium para pekerja usia muda cenderung rendah karena dua alasan. Pertama,
karena para pekerja usia muda termasuk anggota angkatan yang kurang terdidik
dan kurang berpengalaman, mereka cenderung memiliki produktifitas marginal yang
rendah. Kedua, para pemuda seringkali
mengambil sebagian dari “konfensasi” mereka dalam bentuk on-the-job training ketimbang bayaran langsung. Magang adalah
contoh pelatihan klasik yang diberikan sebagai pengganti upah. Untuk kedua
alasan ini, upah yang menyeimbangkan penawaran pekerja usia muda dengan
permintaannya adalah rendah. Karena itu upah minimum seringkali berpengaruh
pada para pemuda ketimbang yang lainnya dalam angkatan kerja.
Upah minimum merupakan
sumber perdebatan polotik yang tidak ada habisnya para pendukung upah minimum
yang lebih tinggi memandangnya sebagai sarana meningkatkan pendapatan para
pekerja miskin. Tentu saja, upah minimum hanya memberikan standar kehidupan
yang lebih kecil.
Banyak ekonom dan
pembuat kebijakan kepercayaan bahwa keringanan pajak adalah cara yang lebih
baik untuk meningkatkan pendapatan para pekerja miskin. Keringanan pajak pendapatan yang diterima adalah
jumlah yang dikurangkan dari pajak yang ditanggung oleh keluarga para pekerja
minskin. Untuk keluarga dengan pendapatan yang sangat rendah, keringanan
melebihi pajaknya, dan keluarga menerima pembayaran dari pemerintah. Tidak
seperti upah minimum, keringanan pajak pendapatan yang diterima tidak
meningkatkan biaya tenaga kerja dan, karena itu, tidak mengurangi jumlah tenaga
kerja yang diterima. Namun demikian, keringanan pajak memiliki kelemahan karena
mengurangi penerimaan pajak pemerintah.
2. Serikat
Pekerja dan Posisi Tawar-Menawar kolektif
Penyebab
dari kekakuan upah yang kedua adalah kekakuan monopoli serikat kerja. Serikat
pekerja juga dapat mengurangi upah yang dibayar mlah upah
yang diberikan juga bertambah, demikian pula sebaliknya.
9. Sistem upah
produksi (production sharing), yakni pemberian upah berdasarkan naik
turunnya jumlah produksi secara keseluruhan. Bila jumlah produksi naik
perusahaan yang
memiliki angkatan kerja yang tidak menjadi anggota serikat pekerja karena
ancaman pembentukan serikat pekerja bisa mempertahankan upah diatas tingkat
equilibrium. Serikat pekerja tidak hanya meningkatkan upah tetapi meningkatkan
kekuatan posisi tawar-menawar pekerja pada banyak hal lain, seperti jam kerja
dan kondisi kerja. Perusahaan bisa saja membayar para pekerja dengan upah yang
tinggi agar mereka tetap gembira untuk
mencegah membentuk serikat pekerja.
Pengangguran yang di
sebabkan oleh serikat pekerja dan ancaman pembentukan serikat pekerja (unionization) merupakan sebuah contoh
konflik antara kelompok kerja yang berbeda orang dalam (insiders) dan orang
luar (outsider). Para pekerja yang
sudah bekerja pada suatu perusahaan, orang dalam, biasanya perusahaan mempertahankan upah tetap
tinggi. Para pengangguran, orang luar,
menentang memberikan upah yang tinggi karena pada upah yang lebih rendah mereka
bisa dipekerjakan. Kedua kelompok ini cenderung memiliki kepentingan yang
bertentanngan. Dampak dari setiap proses tawar-menawar terhadap upah dan
kesempatan kerja sangat tergsntung ada pengaruh relatif dari masing-masing
kelompok.
3. Upah Efisiensi
Teori upah efisiensi mengajukan penyebab
ketiga dari kekakuan upah selain undang-undang upah minimum dan pembentukan
serikat kerja. Teori ini menyatakan bahwa upah yang tinggi membuat para pekerja
lebih produktif. Pengaruh upah terhadap evisiensi pekerja dapat menjelaskan
kegagalan perusahaan untuk memangkas upah meskipun terjadi kelebihan penawaran
tenaga kerja dan akan mengurangi tagihan upah perusahaan, pengurangan upah juga
akan memperendah produktivitas pekerja dan laba perusahaan
Para ekonomi mengajukan
berbagai teori untuk menjelaskan bagai mana upah mempengaruhi produktifitas
pekerja. Sebuah teori upah efisiensi
yang pertama, yang lebih banyak
diterapkan di negara miskin, menyatakan bahwa upah mempengaruhi nutrisi. Pera
pekerja yang di bayar dengan upah memadai bisa membeli lebih banyak nutrisi,
dan para pekerja yang lebih sehat akan lebih produktif. Suatu perusahaan
mungkin akan membayar upah di atas tingkat equilibrium untuk menjaga agar
tenaga kerjanya tetap sehat.
Teori upah efisiensi
yang kedua, yang lebih releven begi
negara-negara maju, menyatakan bahwa upah yang tinggi menurunkan perputaran
tenaga kerja. Para pekerja keluar dari pekerjaannya karena sebagian alasan
untuk menerima posisi yang lebih baik di perusahaan lain, mengubah karier,
ataupun pindah kewilayah lain. Semakin besar perusahaan membayar pekerjaanya,
semakin besar insentif mereka untuk tetap bekerja dalam perusahaan tertentu.
Dengan membayar upah yang tinggi, perusahaan mengurangi frekuensi pekerja yang
keluar dari pekerjaan, sekaligus mengurangi waktu yang dibutuhkan perusahaan
untuk menarik dan melatih pekerja baru.
Teori upah efisiensi ketiga, kenyataan bahwa kualitas
rata-rata dari tenaga kerja perusahaan tergantung pada upah yang dibayar kepada
karyawannya. Jika perusahaan mengurangi upahnya, maka pekerja terbaik bisa
mengambil pekerjaan di tempat lain, menininggalkan perusahaan dengan para
pekerja tidak terdidik yang memiliki lebih sedikit alternatif. Para ekonomi
menyadari penyaringan yang tidak menyenangkan ini sebagai contoh dari sleksi kebalikan adalah kecenderungan
orang yang memiliki lebih banyak informasi (dalam hal ini, pekerja, yang
mengetahui peluang mereka sendiri diluar) untuk menyeleksi sendiri dengan cara
yang merugikan orang-orang yang memiliki lebih sedikit informasi (perusahaan).
Dengan membayar upah di atas tingkat equilibrium perusahaan bisa menurunkan
seleksi kebalikan, meningkatkan kualitas rata-rata tenaga kerjanya dan mampu
meningkatkan produktifitas.
Teori
upah efisiansi keempat menyatakan
bahwa upah yang tinggi meningkatkan upaya pekerja. Teori ini menegaskan bahwa
perusahaan tidak dapat memantau dengan sempurna upaya para pekerja, dan para
pekerja harus memutuskan sendiri sejauh mana mereka akan bekerja keras. Para
pekerja dapat 5%, upah
juga naik 5%, demikian pula sebaliknya.
uarganya
• Peraturan perundang – undangan yang mengikat te
• Peraturan perundang – undangan yang mengikat te
memilih untuk bekerja
keras, atau mereka dapat memilih untuk bermalas-malasan dengan resiko
tertangkap basah dan dipecat. para ekonomi menyadari kemungkinan ini adalah
sebagai sebuah contoh kejahatan moral
adalah kecenderungan orang untuk berprilaku seenaknya ketika perilaku mereka
tidak dipantau dengan ketat. Perusahaan dapat mengurangi masalah kejahatan
moral dengan membayar upah yang tinggi. Semakin tinggi upah, semakin besar
kerugian bagi pekerja bila mereka sampai dipecat. Dengan membayar upah yang
lebih tinggi perusahaan memotifasi lebih banyak pekerja agar tidak
bermalas-malasan dan dengan demikian meningkatkan produktifitas mereka.
Meskipun
keempat teori upah efisiansi ini secara rinci berbeda, namun teori-teori
taersebut menyarakan topik yang sama: karena perusahaan beroperasi lebih
efisien jika membayar pekerjaannya dengan upah yang tinggi, maka perusahaan dapat menganggap bahwa
mempertahankan upah diatas tingkat yang menyeimbangkan penawaran dan permintaan
adalah menguntungkan. Hasil dari upah yang lebih tinggi dari pada upah
equilibrium ini adalah tingkat perolehan kerja yang lebih rendah dan
pengangguran yang lebih besar.
Adapun model dalam
kekakuan upah yaitu sebagai berikut:
a.
Model Kontrak Implisit
Model
ini aslinya berasal dari Bailey (1974), D.F. Gordon (1974), dan Azariadis
(1975). Kemudian dikembangkan menjadi hipotesis tingkat alamiah (natural
rate hypothesis) oleh Friedman (1968) dan Phelps (1968) yang lebih
menekankan proses memaksimumkan perilaku untuk pasar tenaga kerja. Secara
ringkas model ini menunjukan bahwa upah pekerja di suatu perusahaan ditentukan
secara kontrak antara majikan dan serikat pekerja. Serikat pekerja akan
melakukan negosiasi dan menandatangani kontrak kerja diantara pekerja yang
diwakilinya untuk suatu periode tertentu. Selama masa kontrak tersebut baik majikan maupun pekerja akan
mematuhi keputusan yang telah disetujui.
Bila perusahaan ingin menyesuaikan
kontrak sebelum waktunya maka akan dapat mempunyai dampak yang tidak
menguntungkan karena:
• Negosiasi kontrak memerlukan biaya dan waktu baik bagi
pengusaha maupun serikat pekerja.
• Kegagalan dalam bernegosiasi dapat
berdampak yang luas seperti terjadinya aksi
mogok para pekerja.
•
Bukan suatu strategi yang optimum bagi perusahaan untuk mengurangi upah, Karen
bila berlaku demikian akan banyak pekerja yang pindah ke perusahaan lain yang
tidak menurunkan tingkat upahnya.
Ini berarti bahwa dengan adanya
serikat pekerja yang kuat, tingkat upah tidak dapat dengan mudah berubah
seperti pada pasar persaingan sempurna. Sehingga terjadi kekakuan upah dan
terutama upah akan sukar sekali untuk menurun apabila terjadi resesi. Kekakuan
ini yang menyebabkan timbul masalah pengangguran yang tidak suka rela.
b.
Model Upah Efisien
Teori
ini dikemukakan oleh Gordon (1990), Yellen (1984), Katz (1986, 1988), Harley
(1990) dan Weiss (1991). Solow (1979) memberi dasar pada model ini. Upah
efisien akan sama dengan produk marginal yang dapat diturunkan berdasarkan
syarat kondisi cukup untuk memaksimumkan keuntungan di suatu perusahaan.
Menurut teori ini perusahaan cenderung untuk menetapkan upah yang lebih tinggi
dari pada upah keseimbangan pasar persaingan sempurna. Ada empat alasan
perusahaan untuk memberikan upah yang tinggi, yaitu :
• Dengan upah yang lebih tinggi ini dimaksudkan
untuk alat memaksimumkan disiplin pekerja dalam melaksanakan tugas. Upah yang
tinggi akan membuat pekerja lebih giat bekerja dan meningkatkan
produktivitasnya dan sumbangan kerjanya dapat meningkatkan produktivitas total
perusahaan. Upah yang tinggi ini ntang Upah Minimum
menyebabkan mereka takut kehilangan
pekerjaan dan hal ini menyebabkan mereka bekerja dengan lebih giat.
• Untuk menghindari biaya
penggantian pekerja. Dengan sistem upah yang baik maka kemungkinan pekerja
keluar dari perusahaan dapat diperkecil, sehingga dapat dihindari pengeluaran
biaya untuk mencari pekerja baru. Biaya yang timbul akibat keluarnya pekerja
dari perusahaan dapat berupa: (i) kehilangan produksi dari pekerja lama yang
sedang mencari pekerjaan baru, (ii) biaya untuk merekrut pekerja baru, (ii)
biaya untuk memberi pelatihan kepada pekerja baru, dan (iv) pekerja baru
mempunyai produktivitas yang lebih rendah.
• Sebagai alat untuk memilih tenaga
kerja yang berkualitas tinggi. Tenaga kerja yang tersedia bersifat heterogen,
yang berbeda baik dari segi kepandaian, kerajinan, ketekunan maupun sikap dalam
menjalankan tugas. Apabila perusahaan menawarkan upah yang lebih tinggi, maka
lebih banyak pekerja yang berkualitas akan melamar pekerjaan tersebut. Dengan
demikian melalui upah yang lebih tinggi, perusahaan dapat memperoleh pekerja
yang mempunyai mutu yang lebih baik.
• Upah yang tinggi merupakan imbalan
yang seimbang bagi pekerja yang mempunyai prestasi yang baik. Setiap pekerja
mengukur penghargaan perusahaan terhadap dirinya berdasarkan tingkat upah yang
dibayarkan, begitu juga perusahaan akan memberikan imbalan bagi pekerja yang
giat melaksanakan kerja dengan sebaik mungkin sebagai tanda terima kasih. Ini
merupakan imbalan yang seimbang baik bagi pekerja maupun bagi perusahaan.
c.
Model Orang Dalam – Orang Luar
Model
ini dikembangkan pada tahun 1980an oleh Lindbeck dan Snower. Pada dasarnya
teori ini menganggap pasar barang dan pasar tenaga kerja bersifat persaingan
tidak sempurna. Bila dalam pasar tenaga kerja terdapat serikat pekerja dan
jumlah perusahaan relatif terbatas, maka tingkat upah ditentukan dari
perjanjian kontrak kolektif antara serikat pekerja dengan majikan.
Dalam
pasar yang demikian tenaga kerja dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: (i) yang
menjadi anggota serikat buruh atau disebut orang dalam (insider) dan
(ii) yang tidak menjadi anggota serikat buruh atau disebut orang luat (outsider).
Penentuan
upah dengan kontrak tersebut cenderung lebih tinggi dari pada bila terjadi di
pasar persaingan sempurna. Apabila terjadi resesi, perusahaan akan mengurangi
pekrjanya dan sebagian orang dalam menganggur dan menjadi orang luar. Bila
kegiatan perekonomian pulih kembali, orang dalam akan menuntut kenaikan upah,
sedangkan orang luar akan menghadapi kesulitan untuk memperoleh pekerjaan. Hal
ini disebabkan berbagai halangan dari serikat pekerja untuk menghalangi orang
luar diambil kerja oleh perusahaan.
1.1.
Pengaruh Kekakuan Upah Terhadap Pendapatan Buruh Di indonesia
Teori yang signifikan untuk
menjelaskan keadaan perekonomian di suatu daerah khususnya di Indonesia adalah
mengenai teori kekakuan upah. Kekakuan upah (Wage rigidity) adalah
gagalnya upah melakukan penyesuaian sampai penawaran tenaga kerja
sama dengan permintaannya. Hal tersebut
dikarenakan jika UMK meningkat maka biaya produksi yang dikeluarkan cukup
tinggi, sehingga terjadi inefisiensi pada perusahaan dan akan mengambil kebijakan pengurangan tenaga kerja guna
mengurangi biaya produksi dan hal ini akan berakibat dikuranginya tenaga kerja.
Dan akan terjadinya pengangguran yang terjadi di indonesia.
Gambar 1.1
menunjukkan
Kekakuan upah riil menyebabkan penjatahan pekerjaan
jika upah riil tertahan di atas
tingkat equilibrium, maka penawaran tenaga kerja melebihi permintaannya.
Akibatnya adalah pengangguran.
|
Upah riil penawaran
Jumlah
pengangguran
|
Jumlah tenaga kerja yang ingin bekerja
permintaan
|
|
Jumlah tenaga kerja
yang dipekerjakan
|
||
upah riil yang kaku
|
Tenaga kerja
.
Gambar
1.1 menunjukkan
mengapa kekakuan upah menyababkan pengangguran. Ketika upah riil berada diatas
tingkat yang menyeimbangkan penawaran dan permintaan, jumlah tenaga kerja yang
ditawarkan melebihi jumlah yang diminta.
Pengangguran
yang disebabkan yang disebabkan oleh kekakuan upah dan permintaan pekerjaan
disebut pengangguran struktural. Para pekerja yang tidak dipekerjakan yang
paling cocok dengan keahlian mereka, tetapi karena pada tingkat upah berlaku,
penawaran tenaga kerja melebihi permintaannya. Para pekerja ini hanya menunggu
pekerjaan yang akan tersedia.
Ketika
upah riil melebihi tingkat equilibrium dan penawaran pekerja melebihi
permintaannya, kita bisa berharap perusahaan menurunkan upah yang mereka bayar.
Pengangguran struktural muncul karena perusahaan gagal menurunkan upah akibat
kelebihan penawaran tenaga kerja.
BAB IV
PENUTUP
4.1.
Kesimpulan
Pemerintah tidak dapat
membuat pencarian kerja bersifat instan, juga tidak bisa dengan mudah membawa
upah mendekati tingkat ekuilibrium. Tingkat pengangguran nol adalah tujuan yang
sulit terwujut dalam perekonomian pasar bebas.
Tetapi kebijakan publik
bukannya tidak berbahaya mengurangi pengangguran. Program-program pelatihan,
sistem asuransi pengangguran, upah minimum dan undang-undang yang mengarahkan
posisi tawar-mawar korelatif adalah perbedaan politik yang sering dibicarakan.
Kebijakan yang di pilih sebaliknya memiliki dampak penting terhadap tingkat
pengangguran alamiah perekonomian.
4.2.
Saran
Jangan sampai ada
kekakuan upah di negara indonesia. Kalau upah harus di berikan dengan cukup.
DAFTAR
PUSTAKA
·
Perkembangan ilmu ekonomi, Karya DRM
Winardi, SE Penerbit Tarsito, Bandung 1993
·
Mankiw N Gregory, Pengantar Ekonomi Makro Edisi 3,
Penerbit Salemba Empat 2006
·
Boediono,
Dr. 1982. Ekonomi Makro. Yogyakarta.: BPFE