Selasa, 25 Februari 2014

makalah pengaruh kekakuan upah



MAKALAH
PENGARUH KEKAKUAN UPAH
TERHADAP PENDAPATAN BURUH DI INDONESIA


Oleh:
Nama    : Endah Novitri
Npm      : E62401131009
Jurusan : Akuntansi


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 CIREBON
TAHUN AKADEMIK 2013-2014




BAB I
PENDAHULUAN                                          
1.1. Permasalahan
Alasan kedua adanya pengangguran adalah kekakuan upah gagalnya upah melakukan penyesuaian sampai penawaran tenaga kerja sama dengan permintaannya. Upah Kekakuan (Wage rigidity) riil S adalah gagalnya upah melakukan penyesuaian sampai penawaran tenaga kerja sama dengan permintaannya. Upah Pengangguran yang disebabkan kekakuan upah-riil dan penjatahan pekerjaankaku disebut pengangguran struktural D (structural nemployment). Orang menganggur bukan karena mereka tak bisa Tenaga kerja menemukan pekerjaan yang paling se-Jika upah riil tertahan di atas suai dengan keahliannya, tapi karena,tingkat ekuilibrium, maka penawar-pada upah yang berlaku, penawaranan tenaga kerja melebihi perminta- tenaga kerja melebihi permintaannya. Akibatnya : pengangguran U. Pekerja ini hanya menunggu pekerjaan Pemerintah menyebabkan kekakuan upah ketika mencegah upah turun ketingkat ekuilibrium. Banyak ekonom dan pembuat kebijakan percaya bahwa keringanan pajaklebih baik daripada meningkatkan upah minimum—jika tujuan kebijakanadalah untuk meningkatkan pendapatan pekerja miskin. Keringanan pajakpendapatan yand didapat (earned income tax credit) adalah jumlah yangkeluarga pekerja miskin diizinkan untuk dikurangi dari pajak mereka.yang akan tersedia.

1.2. Batasan Permasalahan
Melihat dari permasalahan serta memahami pembahasannya maka penyusun dapat memberikan batasan-batasan pada :
1.      Macam-macam penyebab kekakuan upah.
2.      Teori tentang  kekakuan upah.
3.      Pengaruh kekakuan upah terhadap pendapatan buruh di indonesia.

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Pengertian Upah
Menurut Pasal 1 ayat 30 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (Pasal 88 ayat 1 No. 13/2003). Kebijakan pemerintah mengenai pengupahan yang melindungi pekerja/buruh meliputi:
• upah minimum
• upah kerja lembur
• upah tidak masuk kerja karena berhalangan
• upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya;
• upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;
• bentuk dan cara pembayaran upah
• denda dan potongan upah;
• hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;
• struktur dan skala pengupahan yang proporsional;
• upah untuk pembayaran pesangon; dan
• upah untuk perhitungan pajak penghasilan.
Pemberian Upah merupakan suatu imbalan/balas jasa dari perusahaan kepada tenaga kerjanya atas prestasi dan jasa yang disumbangkan dalam kegiatan produksi. Upah kerja yang diberikan biasanya tergantung pada:
• Biaya keperluan hidup minimum pekerja dan kel
Regional (UMR)
• Kemampuan dan Produktivitas perusahaan
• Jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi.
• Perbedaan jenis pekerjaan
2.2. Macam-macam Sistem Upah
Ada beberapa sistem upah yang bisa digunakan untuk menghitung upah pekerja yaitu:
1. Sistem upah menurut waktu, yakni pemberian upah berdasarkan waktu (lama) bekerja dari pekerja. Misalnya tukang bangunan dibayar per hari Rp15.000,- bila dia bekerja 10 hari maka akan dibayar Rp150.000,-.
2. Sistem upah menurut prestasi, yakni pemberian upah berdasarkan prestasi (jumlah barang yang dihasilkan) pekerja. Semakin banyak jumlah barang yang dihasilkan, semakin besar upah yang diterima pekerja.
3. Sistem upah borongan, yakni pemberian upah berdasarkan kesepakatan pemberian kerja dan pekerja. Misalnya, untuk membuat rumah ukuran 30 m x 10 m disepakati diborongkan dengan upah Rp30.000.000,- sampai rumah tersebut selesai. Pembuatan rumah selain diborongkan bisa juga dibayar dengan sistem upah menurut waktu, misalnya harian, dengan tujuan agar pekerja bekerja lebih bagus dan hati-hati dalam membuat rumah. Dengan demikian, umumnya jumlah upah harian yang dibayarkan lebih mahal dibanding upah borongan.
4. Sistem upah premi, yakni pemberian upah dengan mengombinasikan sistem upah prestasi yang ditambah dengan premi tertentu. Misalnya bila pekerja mampu menyelesaikan 50 boneka dalam 1 jam akan dibayar Rp25.000,- dan kelebihan dari 50 boneka akan diberi premi misal Rp300,- per boneka. Apabila seorang pekerja mampu membuat 70 boneka dia akan menerima Rp25.000,- + (Rp300,- x 20) = Rp31.000-,.
5. Sistem upah partisipasi, yakni pemberian upah khusus berupa sebagian keuntungan perusahaan pada akhir tahun buku. Upah ini merupakan bonus/(hadiah). Jadi, selain menerima upah seperti biasa, pada sistem upah ini, pekerja akan menerima sejumlah upah lagi setiap akhir tahun buku. Sistem upah partisipasi disebut juga sistem upah bonus.
6. Sistem upah mitra usaha (co Partnership), yakni pemberian upah seperti sistem upah bonus, bedanya upah tidak diberikan dalam bentuk uang tunai tapi dalam bentuk saham atau obligasi. Dengan memberikan, saham diharapkan pekerja lebih giat dan hati-hati dalam bekerja, karena mereka juga merupakan pemilik perusahaan.
7. Sistem upah indeks biaya hidup, yakni pemberian upah yang didasarkan pada besarnya biaya hidup. Semakin naik biaya hidup, semakin naik pula besarnya upah yang diberikan.
8. Sistem upah skala berubah (sliding scale), yakni pemberian upah berdasarkan skala hasil penjualan yang berubah-ubah. Apabila hasil penjualan bertambah, ju


BAB III
PEMBAHASAN
1.1. Pengertian Kekakuan Upah
Pada dasarnya Keynesian Baru berpendapat bahwa walaupun terdapat pengangguran yang tidak suka rela dan kelebihan penawaran barang pada masa resesi, harga-harga barang tidak menurun ke tingkat yang akan mewujudkan kesempatan kerja penuh. Adanya bentuk pasar yang bukan persaingan sempurna, pasar yang tidak lengkap, dan informasi yang tidak simetris membuat harga barang bersifat kaku dan tidak mudah berubah seperti pada pasar persaingan sempurna. Untuk menjelaskan kekakuan baik kekakuan harga maupun kekakuan upah, Keynesian Baru mengemukan beberapa teori.

1.2. Penyebab Kekakuan Upah
Tiga Hal yang Menyebabkan Kekakuan Upah:
1.  Undang-undang Upah Minimum
Ketika pemerintah memepertahankan upah agar tidak mencapai tingkat equilibrium, hal itu dapat menimbulkan kekakuan upah. Undang-undang upah minimum menetapkan tingkat upah minimal yang harus dibayar perusahaan kepada para karyawannya. Bagi sebagian besar pekerja, upah minimum ini tidak berpengaruh, karena mereka menikmati upah diatas upah minimum. Bagi sebagian lainnya, terutama yang tidak terdidik dan kurang berpengalaman, upah minimum meningkatkan upah mereka diatas tingkat equilibriumnya. Karena itu, upah minimum mengurangi sejauh tenaga kerja yang di minta perusahaan.
Para ekonomi percaya bahwa upah minimum memiliki dampak terbesar terhadap pengangguran usia muda. Upah equilibrium para pekerja usia muda cenderung rendah karena dua alasan. Pertama,  karena para pekerja usia muda termasuk anggota angkatan yang kurang terdidik dan kurang berpengalaman, mereka cenderung memiliki produktifitas marginal yang rendah. Kedua, para pemuda seringkali mengambil sebagian dari “konfensasi” mereka dalam bentuk on-the-job training ketimbang bayaran langsung. Magang adalah contoh pelatihan klasik yang diberikan sebagai pengganti upah. Untuk kedua alasan ini, upah yang menyeimbangkan penawaran pekerja usia muda dengan permintaannya adalah rendah. Karena itu upah minimum seringkali berpengaruh pada para pemuda ketimbang yang lainnya dalam angkatan kerja.
Upah minimum merupakan sumber perdebatan polotik yang tidak ada habisnya para pendukung upah minimum yang lebih tinggi memandangnya sebagai sarana meningkatkan pendapatan para pekerja miskin. Tentu saja, upah minimum hanya memberikan standar kehidupan yang lebih kecil.
Banyak ekonom dan pembuat kebijakan kepercayaan bahwa keringanan pajak adalah cara yang lebih baik untuk meningkatkan pendapatan para pekerja miskin. Keringanan pajak pendapatan yang diterima adalah jumlah yang dikurangkan dari pajak yang ditanggung oleh keluarga para pekerja minskin. Untuk keluarga dengan pendapatan yang sangat rendah, keringanan melebihi pajaknya, dan keluarga menerima pembayaran dari pemerintah. Tidak seperti upah minimum, keringanan pajak pendapatan yang diterima tidak meningkatkan biaya tenaga kerja dan, karena itu, tidak mengurangi jumlah tenaga kerja yang diterima. Namun demikian, keringanan pajak memiliki kelemahan karena mengurangi penerimaan pajak pemerintah.
      2.   Serikat Pekerja dan Posisi Tawar-Menawar kolektif
Penyebab dari kekakuan upah yang kedua adalah kekakuan monopoli serikat kerja. Serikat pekerja juga dapat mengurangi upah yang dibayar mlah upah yang diberikan juga bertambah, demikian pula sebaliknya.
9. Sistem upah produksi (production sharing), yakni pemberian upah berdasarkan naik turunnya jumlah produksi secara keseluruhan. Bila jumlah produksi naik

perusahaan yang memiliki angkatan kerja yang tidak menjadi anggota serikat pekerja karena ancaman pembentukan serikat pekerja bisa mempertahankan upah diatas tingkat equilibrium. Serikat pekerja tidak hanya meningkatkan upah tetapi meningkatkan kekuatan posisi tawar-menawar pekerja pada banyak hal lain, seperti jam kerja dan kondisi kerja. Perusahaan bisa saja membayar para pekerja dengan upah yang tinggi  agar mereka tetap gembira untuk mencegah membentuk serikat pekerja.
Pengangguran yang di sebabkan oleh serikat pekerja dan ancaman pembentukan serikat pekerja (unionization) merupakan sebuah contoh konflik antara kelompok kerja yang berbeda orang dalam (insiders) dan orang luar (outsider). Para pekerja yang sudah bekerja pada suatu perusahaan, orang dalam,  biasanya perusahaan mempertahankan upah tetap tinggi.  Para pengangguran, orang luar, menentang memberikan upah yang tinggi karena pada upah yang lebih rendah mereka bisa dipekerjakan. Kedua kelompok ini cenderung memiliki kepentingan yang bertentanngan. Dampak dari setiap proses tawar-menawar terhadap upah dan kesempatan kerja sangat tergsntung ada pengaruh relatif dari masing-masing kelompok.
      3.   Upah Efisiensi
Teori upah efisiensi mengajukan penyebab ketiga dari kekakuan upah selain undang-undang upah minimum dan pembentukan serikat kerja. Teori ini menyatakan bahwa upah yang tinggi membuat para pekerja lebih produktif. Pengaruh upah terhadap evisiensi pekerja dapat menjelaskan kegagalan perusahaan untuk memangkas upah meskipun terjadi kelebihan penawaran tenaga kerja dan akan mengurangi tagihan upah perusahaan, pengurangan upah juga akan memperendah produktivitas pekerja dan laba perusahaan
Para ekonomi mengajukan berbagai teori untuk menjelaskan bagai mana upah mempengaruhi produktifitas pekerja.  Sebuah teori upah efisiensi yang pertama, yang lebih banyak diterapkan di negara miskin, menyatakan bahwa upah mempengaruhi nutrisi. Pera pekerja yang di bayar dengan upah memadai bisa membeli lebih banyak nutrisi, dan para pekerja yang lebih sehat akan lebih produktif. Suatu perusahaan mungkin akan membayar upah di atas tingkat equilibrium untuk menjaga agar tenaga kerjanya tetap sehat.
Teori upah efisiensi yang kedua, yang lebih releven begi negara-negara maju, menyatakan bahwa upah yang tinggi menurunkan perputaran tenaga kerja. Para pekerja keluar dari pekerjaannya karena sebagian alasan untuk menerima posisi yang lebih baik di perusahaan lain, mengubah karier, ataupun pindah kewilayah lain. Semakin besar perusahaan membayar pekerjaanya, semakin besar insentif mereka untuk tetap bekerja dalam perusahaan tertentu. Dengan membayar upah yang tinggi, perusahaan mengurangi frekuensi pekerja yang keluar dari pekerjaan, sekaligus mengurangi waktu yang dibutuhkan perusahaan untuk menarik dan melatih pekerja baru.
Teori upah efisiensi ketiga, kenyataan bahwa kualitas rata-rata dari tenaga kerja perusahaan tergantung pada upah yang dibayar kepada karyawannya. Jika perusahaan mengurangi upahnya, maka pekerja terbaik bisa mengambil pekerjaan di tempat lain, menininggalkan perusahaan dengan para pekerja tidak terdidik yang memiliki lebih sedikit alternatif. Para ekonomi menyadari penyaringan yang tidak menyenangkan ini sebagai contoh dari sleksi kebalikan adalah kecenderungan orang yang memiliki lebih banyak informasi (dalam hal ini, pekerja, yang mengetahui peluang mereka sendiri diluar) untuk menyeleksi sendiri dengan cara yang merugikan orang-orang yang memiliki lebih sedikit informasi (perusahaan). Dengan membayar upah di atas tingkat equilibrium perusahaan bisa menurunkan seleksi kebalikan, meningkatkan kualitas rata-rata tenaga kerjanya dan mampu meningkatkan produktifitas.
Teori upah efisiansi keempat menyatakan bahwa upah yang tinggi meningkatkan upaya pekerja. Teori ini menegaskan bahwa perusahaan tidak dapat memantau dengan sempurna upaya para pekerja, dan para pekerja harus memutuskan sendiri sejauh mana mereka akan bekerja keras. Para pekerja dapat 5%, upah juga naik 5%, demikian pula sebaliknya.
uarganya
• Peraturan perundang – undangan yang mengikat te
memilih untuk bekerja keras, atau mereka dapat memilih untuk bermalas-malasan dengan resiko tertangkap basah dan dipecat. para ekonomi menyadari kemungkinan ini adalah sebagai sebuah contoh kejahatan moral adalah kecenderungan orang untuk berprilaku seenaknya ketika perilaku mereka tidak dipantau dengan ketat. Perusahaan dapat mengurangi masalah kejahatan moral dengan membayar upah yang tinggi. Semakin tinggi upah, semakin besar kerugian bagi pekerja bila mereka sampai dipecat. Dengan membayar upah yang lebih tinggi perusahaan memotifasi lebih banyak pekerja agar tidak bermalas-malasan dan dengan demikian meningkatkan produktifitas mereka.
Meskipun keempat teori upah efisiansi ini secara rinci berbeda, namun teori-teori taersebut menyarakan topik yang sama: karena perusahaan beroperasi lebih efisien jika membayar pekerjaannya dengan upah yang tinggi,  maka perusahaan dapat menganggap bahwa mempertahankan upah diatas tingkat yang menyeimbangkan penawaran dan permintaan adalah menguntungkan. Hasil dari upah yang lebih tinggi dari pada upah equilibrium ini adalah tingkat perolehan kerja yang lebih rendah dan pengangguran yang lebih besar.
Adapun model dalam kekakuan upah yaitu sebagai berikut:
a.    Model Kontrak Implisit
Model ini aslinya berasal dari Bailey (1974), D.F. Gordon (1974), dan Azariadis (1975). Kemudian dikembangkan menjadi hipotesis tingkat alamiah (natural rate hypothesis) oleh Friedman (1968) dan Phelps (1968) yang lebih menekankan proses memaksimumkan perilaku untuk pasar tenaga kerja. Secara ringkas model ini menunjukan bahwa upah pekerja di suatu perusahaan ditentukan secara kontrak antara majikan dan serikat pekerja. Serikat pekerja akan melakukan negosiasi dan menandatangani kontrak kerja diantara pekerja yang diwakilinya untuk suatu periode tertentu. Selama masa kontrak  tersebut baik majikan maupun pekerja akan mematuhi keputusan yang telah disetujui.
Bila perusahaan ingin menyesuaikan kontrak sebelum waktunya maka akan dapat mempunyai dampak yang tidak menguntungkan karena:
  Negosiasi kontrak memerlukan biaya dan waktu baik bagi pengusaha maupun serikat pekerja.
   Kegagalan dalam bernegosiasi dapat berdampak yang luas seperti terjadinya aksi  mogok para pekerja.
• Bukan suatu strategi yang optimum bagi perusahaan untuk mengurangi upah, Karen bila berlaku demikian akan banyak pekerja yang pindah ke perusahaan lain yang tidak menurunkan tingkat upahnya.
Ini berarti bahwa dengan adanya serikat pekerja yang kuat, tingkat upah tidak dapat dengan mudah berubah seperti pada pasar persaingan sempurna. Sehingga terjadi kekakuan upah dan terutama upah akan sukar sekali untuk menurun apabila terjadi resesi. Kekakuan ini yang menyebabkan timbul masalah pengangguran yang tidak suka rela.
b.        Model Upah Efisien
Teori ini dikemukakan oleh Gordon (1990), Yellen (1984), Katz (1986, 1988), Harley (1990) dan Weiss (1991). Solow (1979) memberi dasar pada model ini. Upah efisien akan sama dengan produk marginal yang dapat diturunkan berdasarkan syarat kondisi cukup untuk memaksimumkan keuntungan di suatu perusahaan. Menurut teori ini perusahaan cenderung untuk menetapkan upah yang lebih tinggi dari pada upah keseimbangan pasar persaingan sempurna. Ada empat alasan perusahaan untuk memberikan upah yang tinggi, yaitu :
• Dengan upah yang lebih tinggi ini dimaksudkan untuk alat memaksimumkan disiplin pekerja dalam melaksanakan tugas. Upah yang tinggi akan membuat pekerja lebih giat bekerja dan meningkatkan produktivitasnya dan sumbangan kerjanya dapat meningkatkan produktivitas total perusahaan. Upah yang tinggi ini ntang Upah Minimum
menyebabkan mereka takut kehilangan pekerjaan dan hal ini menyebabkan mereka bekerja dengan lebih giat.
• Untuk menghindari biaya penggantian pekerja. Dengan sistem upah yang baik maka kemungkinan pekerja keluar dari perusahaan dapat diperkecil, sehingga dapat dihindari pengeluaran biaya untuk mencari pekerja baru. Biaya yang timbul akibat keluarnya pekerja dari perusahaan dapat berupa: (i) kehilangan produksi dari pekerja lama yang sedang mencari pekerjaan baru, (ii) biaya untuk merekrut pekerja baru, (ii) biaya untuk memberi pelatihan kepada pekerja baru, dan (iv) pekerja baru mempunyai produktivitas yang lebih rendah.
• Sebagai alat untuk memilih tenaga kerja yang berkualitas tinggi. Tenaga kerja yang tersedia bersifat heterogen, yang berbeda baik dari segi kepandaian, kerajinan, ketekunan maupun sikap dalam menjalankan tugas. Apabila perusahaan menawarkan upah yang lebih tinggi, maka lebih banyak pekerja yang berkualitas akan melamar pekerjaan tersebut. Dengan demikian melalui upah yang lebih tinggi, perusahaan dapat memperoleh pekerja yang mempunyai mutu yang lebih baik.
• Upah yang tinggi merupakan imbalan yang seimbang bagi pekerja yang mempunyai prestasi yang baik. Setiap pekerja mengukur penghargaan perusahaan terhadap dirinya berdasarkan tingkat upah yang dibayarkan, begitu juga perusahaan akan memberikan imbalan bagi pekerja yang giat melaksanakan kerja dengan sebaik mungkin sebagai tanda terima kasih. Ini merupakan imbalan yang seimbang baik bagi pekerja maupun bagi perusahaan.
c.       Model Orang Dalam – Orang Luar
Model ini dikembangkan pada tahun 1980an oleh Lindbeck dan Snower. Pada dasarnya teori ini menganggap pasar barang dan pasar tenaga kerja bersifat persaingan tidak sempurna. Bila dalam pasar tenaga kerja terdapat serikat pekerja dan jumlah perusahaan relatif terbatas, maka tingkat upah ditentukan dari perjanjian kontrak kolektif antara serikat pekerja dengan majikan.
Dalam pasar yang demikian tenaga kerja dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: (i) yang menjadi anggota serikat buruh atau disebut orang dalam (insider) dan (ii) yang tidak menjadi anggota serikat buruh atau disebut orang luat (outsider).
Penentuan upah dengan kontrak tersebut cenderung lebih tinggi dari pada bila terjadi di pasar persaingan sempurna. Apabila terjadi resesi, perusahaan akan mengurangi pekrjanya dan sebagian orang dalam menganggur dan menjadi orang luar. Bila kegiatan perekonomian pulih kembali, orang dalam akan menuntut kenaikan upah, sedangkan orang luar akan menghadapi kesulitan untuk memperoleh pekerjaan. Hal ini disebabkan berbagai halangan dari serikat pekerja untuk menghalangi orang luar diambil kerja oleh perusahaan.

1.1. Pengaruh Kekakuan Upah Terhadap Pendapatan Buruh Di indonesia
Teori yang signifikan untuk menjelaskan keadaan perekonomian di suatu daerah khususnya di Indonesia adalah mengenai teori kekakuan upah. Kekakuan upah (Wage rigidity) adalah gagalnya upah melakukan  penyesuaian sampai penawaran tenaga kerja sama dengan  permintaannya. Hal tersebut dikarenakan jika UMK meningkat maka biaya produksi yang dikeluarkan cukup tinggi, sehingga terjadi inefisiensi pada perusahaan dan akan mengambil kebijakan pengurangan tenaga kerja guna mengurangi biaya produksi dan hal ini akan berakibat dikuranginya tenaga kerja. Dan akan terjadinya pengangguran yang terjadi di indonesia.
 



Gambar  1.1
menunjukkan Kekakuan upah riil menyebabkan penjatahan pekerjaan jika upah  riil tertahan di atas tingkat equilibrium, maka penawaran tenaga kerja melebihi permintaannya. Akibatnya adalah pengangguran.
Upah riil                                              penawaran
                                  Jumlah
                                          pengangguran
                         


Jumlah tenaga kerja yang ingin bekerja
permintaan
Jumlah tenaga kerja
yang dipekerjakan




upah riil yang kaku

                                                                                   
Tenaga kerja
.
Gambar 1.1 menunjukkan mengapa kekakuan upah menyababkan pengangguran. Ketika upah riil berada diatas tingkat yang menyeimbangkan penawaran dan permintaan, jumlah tenaga kerja yang ditawarkan melebihi jumlah yang diminta.
            Pengangguran yang disebabkan yang disebabkan oleh kekakuan upah dan permintaan pekerjaan disebut pengangguran struktural. Para pekerja yang tidak dipekerjakan yang paling cocok dengan keahlian mereka, tetapi karena pada tingkat upah berlaku, penawaran tenaga kerja melebihi permintaannya. Para pekerja ini hanya menunggu pekerjaan yang akan tersedia.
            Ketika upah riil melebihi tingkat equilibrium dan penawaran pekerja melebihi permintaannya, kita bisa berharap perusahaan menurunkan upah yang mereka bayar. Pengangguran struktural muncul karena perusahaan gagal menurunkan upah akibat kelebihan penawaran tenaga kerja.



BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Pemerintah tidak dapat membuat pencarian kerja bersifat instan, juga tidak bisa dengan mudah membawa upah mendekati tingkat ekuilibrium. Tingkat pengangguran nol adalah tujuan yang sulit terwujut dalam perekonomian pasar bebas.
Tetapi kebijakan publik bukannya tidak berbahaya mengurangi pengangguran. Program-program pelatihan, sistem asuransi pengangguran, upah minimum dan undang-undang yang mengarahkan posisi tawar-mawar korelatif adalah perbedaan politik yang sering dibicarakan. Kebijakan yang di pilih sebaliknya memiliki dampak penting terhadap tingkat pengangguran alamiah perekonomian.

4.2. Saran
Jangan sampai ada kekakuan upah di negara indonesia. Kalau upah harus di berikan dengan cukup.




DAFTAR PUSTAKA

·         Perkembangan ilmu ekonomi, Karya DRM Winardi, SE Penerbit Tarsito, Bandung 1993
·         Mankiw N Gregory, Pengantar Ekonomi Makro Edisi 3, Penerbit Salemba Empat 2006
·         Boediono, Dr. 1982. Ekonomi Makro. Yogyakarta.: BPFE


2 komentar:

  1. Sloty Casino, Harrah's Ak-Chin - Mapyro
    Free WiFi 제천 출장안마 and free parking at 김포 출장샵 Sloty Casino, 원주 출장마사지 Harrah's Ak-Chin. See parking costs, opening hours 김제 출장마사지 and a parking map 파주 출장마사지 of this hotel.

    BalasHapus